Cahaya itu diatas cahaya…

Menerangi jalan menuju cinta-Nya



Sabtu, 21 Januari 2012

Namaku Adalah Saif

Yaaa.. ini salah satu tulisan favorit saya. Kesannya daleeeem banget ditulis oleh seorang ibu (Iqtina Khansa istri dari bang Thufail Al- Ghifari) dari sudut pandang anaknya yang bernama Saif. Saya ambil dari Link ini. Ketika saya baca tulisan ini : luar biasa, campur aduk antara lucu, seneng, takjub, kagum dan harapan. Tidak ada yang tidak mungkin jika Allah berkehendak dan hanya kepada Allah-lah kita meminta, Jadi anak ya sholeh ya Saif :)

========================================================

Namaku Adalah Saif

Bismillah...Aku ada karena Allah berkehendak melahirkanku dari rahim seorang ibu yang sangat tulus berdoa untuk menjawab vonis dokter, yang menyatakan bahwa ayahku tidak bisa memberikan keturunan alias mandul.

Ia seorang wanita yang yakin bahwa semuanya adalah mungkin jika Allah menghendaki, kun fayakun, sedangkan ayahku setiap hari berbekal dengan kalimat laa khaula walaa quwwata illa billah. Dari doa dan keyakinan mereka Allah memercikkan kebahagiaan. Ditengah-tengah kesedihan ayahku, umi hamil.

“ badanku sakit semua “ keluh umiku sepulang dari tempatnya bekerja. Maklum jaraknya lumayan jauh dari condet umi harus pulang pergi ke cempaka putih setiap hari, jatah liburnyapun hanya sebulan sekali. ia memanfaatkan waktu untuk rebahan sambil menunggu ayah yang sedang keluar membeli lauk.

“ assalamualaikum…mas sudah datang, ayo makan sayang…” dengan muka cerianya ayah menyiapkan makan malam untuk mereka berdua.

“ waalaikumussalam…”

Ternyata melihat telur yang ayah beli selera makan umi menjadi hilang, ia malah mual mencium baunya, tapi ayah tidak bersedih ia langsung keluar menuju rumah temannya untuk meminta air panas, karena waktu itu kami belum punya kompor.

19 hari sudah umi telat datang bulan, tapi ayah belum begitu yakin dengan kehamilannya, sampai 2 bulanpun ayah tidak bisa percaya. Padahal sudah terbukti hasil tespek menunjukkan tanda positif. Baru setelah seorang bidan bilang bahwa ada janin di perut umi yang sudah berusia 3 bulan, ayah langsung membelai perut umi, sangat lirih ia berucap “ saif…”itulah asal mula namaku, saif yang berarti pedang.

Kini usiaku sudah 1,5 tahun, aku sudah makin pintar membantu umi memasak, memotong sayuran, dan mengelap air yang aku tumpahin ke lantai, aku sangat bangga walau kata umi sayurannya menjadi rusak karena ulahku, setiap hari aku selalu membaca alquran, buku-buku koleksi ayah, menulis di kertas dan kadang-kadang kalau ada kesempatan aku mengetik di computer kantor ayah, walau sebenarnya aku tidak tahu apa yang aku baca dan aku tulis, tapi umi membiasakannya setiap hari.

Kata umi tulis apapun yang ingin kau tulis, buka lembaran buku-buku yang ada asal jangan di sobek, tapi kalau aku buka lembaran alquran umi sangat ketat mengawasiku. Umi selalu mengajariku untuk melafazkan huruf –huruf hijaiyah, umi juga tidak pernah bosan mengenalkanku tentang rukun islam, rukun iman, sifat Allah dan lain sebagainya lewat nyanyian sehingga aku senang mendengarnya, walau kata ayah suara umi jelek tapi bagiku suara umI begitu menenangkanku. Itulah sekilas tentang umiku yang menjadi guru pertama dalam kehidupanku.

Sekarang aku akan bercerita tentang ayah.

Ayah adalah pahlawanku, ia begitu gagah duduk di atas motor cb hitamnya yang sangat keren, melaju dengan pelan meninggalkanku yang menangis digendongan umi karena tak ingin ia pergi. Padahal aku tahu ayah pergi bukan untuk main atau sekedar jalan- jalan, tapi ia pergi untuk menyelesaikan tugas dakwahnya yang sangat berat diluar sana.

Setiap pagi ayah juga pergi untuk bekerja mencari maisyah untuk kami, malamnya biasanya ayah menghabiskan waktu untuk keluar, dimana ada kajian ia datangi, sampai orang bingung harokah apa sih sebenarnya yang telah mengikatnya? Itulah ayahku yang membuang jauh-jauh sifat ashobiyah yang mengerucutkan persatuan umat.

Disela-sela waktu santainya, ia selalu bercerita kepadaku tentang kerasnya hidup, tentang kesabaran Rosululloh, ketegaran para sahabat, tentang jihad, tentang apa saja yang sedang ia kerjakan , ia juga selalu memberi pengarahan kepadaku terkait keaktifanku di rumah yang sering membuat umi kesal, ia begitu pandai membahasakannya kepadaku sehingga akupun dengan mudah dapat mengerti apa yang ia bicarakan, apa yang ia inginkan dariku.

Kalau sudah kompak seperti ini baru deh umi tersenyum ceria dan memberikan hadiah ciuman untuk kami, itulah waktu-waktu yang sering aku rindukan.

Ayah adalah orang yang paling sabar, ia tak pernah marah ketika aku mengganggu tidurnya, menggelitiki pusernya, dan menciumi wajahnya yang terlihat lelah. Tak puas dengan semua itu akupun sering kali menaiki perutnya yang cukup buncit sampai ia kesakitan dan terbangun. Ia tak pernah marah malah tertawa geli dan balik menciumiku sampai aku teriak-teriak brontak karena geli terkena jenggotnya.

Ayahku…sedikit sekali waktu istirahatmu, sebenarnya aku tak ingin mengganggumu tapi rasa sayang dan rindukulah yang menginginkan untuk bisa bermain dan bercanda denganmu. Dan sepertinya umi juga mempunyai perasaan yang sama denganku. Ayah maafkan aku.

Saif sayang umi dan ayah, semoga kebersamaan kita akan terjaga sampai di surga kelak, aamiin.

Oleh : Ummu Saif                                           



Tidak ada komentar:

Posting Komentar