========================================================
Namaku Adalah Saif
Bismillah...Aku ada karena Allah berkehendak melahirkanku
dari rahim seorang ibu yang sangat tulus berdoa untuk menjawab vonis dokter,
yang menyatakan bahwa ayahku tidak bisa memberikan keturunan alias mandul.
Ia seorang wanita yang yakin bahwa semuanya adalah mungkin
jika Allah menghendaki, kun fayakun, sedangkan ayahku setiap hari berbekal
dengan kalimat laa khaula walaa quwwata illa billah. Dari doa dan keyakinan
mereka Allah memercikkan kebahagiaan. Ditengah-tengah kesedihan ayahku, umi
hamil.
“ badanku sakit semua “ keluh umiku sepulang dari tempatnya
bekerja. Maklum jaraknya lumayan jauh dari condet umi harus pulang pergi ke
cempaka putih setiap hari, jatah liburnyapun hanya sebulan sekali. ia
memanfaatkan waktu untuk rebahan sambil menunggu ayah yang sedang keluar
membeli lauk.
“ assalamualaikum…mas sudah datang, ayo makan sayang…”
dengan muka cerianya ayah menyiapkan makan malam untuk mereka berdua.
“ waalaikumussalam…”
Ternyata melihat telur yang ayah beli selera makan umi
menjadi hilang, ia malah mual mencium baunya, tapi ayah tidak bersedih ia
langsung keluar menuju rumah temannya untuk meminta air panas, karena waktu itu
kami belum punya kompor.
19 hari sudah umi telat datang bulan, tapi ayah belum begitu
yakin dengan kehamilannya, sampai 2 bulanpun ayah tidak bisa percaya. Padahal
sudah terbukti hasil tespek menunjukkan tanda positif. Baru setelah seorang
bidan bilang bahwa ada janin di perut umi yang sudah berusia 3 bulan, ayah
langsung membelai perut umi, sangat lirih ia berucap “ saif…”itulah asal mula
namaku, saif yang berarti pedang.
Kini usiaku sudah 1,5 tahun, aku sudah makin pintar membantu
umi memasak, memotong sayuran, dan mengelap air yang aku tumpahin ke lantai,
aku sangat bangga walau kata umi sayurannya menjadi rusak karena ulahku, setiap
hari aku selalu membaca alquran, buku-buku koleksi ayah, menulis di kertas dan
kadang-kadang kalau ada kesempatan aku mengetik di computer kantor ayah, walau
sebenarnya aku tidak tahu apa yang aku baca dan aku tulis, tapi umi
membiasakannya setiap hari.
Kata umi tulis apapun yang ingin kau tulis, buka lembaran
buku-buku yang ada asal jangan di sobek, tapi kalau aku buka lembaran alquran
umi sangat ketat mengawasiku. Umi selalu mengajariku untuk melafazkan huruf
–huruf hijaiyah, umi juga tidak pernah bosan mengenalkanku tentang rukun islam,
rukun iman, sifat Allah dan lain sebagainya lewat nyanyian sehingga aku senang
mendengarnya, walau kata ayah suara umi jelek tapi bagiku suara umI begitu
menenangkanku. Itulah sekilas tentang umiku yang menjadi guru pertama dalam
kehidupanku.
Sekarang aku akan bercerita tentang ayah.
Ayah adalah pahlawanku, ia begitu gagah duduk di atas motor
cb hitamnya yang sangat keren, melaju dengan pelan meninggalkanku yang menangis
digendongan umi karena tak ingin ia pergi. Padahal aku tahu ayah pergi bukan
untuk main atau sekedar jalan- jalan, tapi ia pergi untuk menyelesaikan tugas
dakwahnya yang sangat berat diluar sana.
Setiap pagi ayah juga pergi untuk bekerja mencari maisyah
untuk kami, malamnya biasanya ayah menghabiskan waktu untuk keluar, dimana ada
kajian ia datangi, sampai orang bingung harokah apa sih sebenarnya yang telah
mengikatnya? Itulah ayahku yang membuang jauh-jauh sifat ashobiyah yang
mengerucutkan persatuan umat.
Disela-sela waktu santainya, ia selalu bercerita kepadaku
tentang kerasnya hidup, tentang kesabaran Rosululloh, ketegaran para sahabat,
tentang jihad, tentang apa saja yang sedang ia kerjakan , ia juga selalu memberi
pengarahan kepadaku terkait keaktifanku di rumah yang sering membuat umi kesal,
ia begitu pandai membahasakannya kepadaku sehingga akupun dengan mudah dapat
mengerti apa yang ia bicarakan, apa yang ia inginkan dariku.
Kalau sudah kompak seperti ini baru deh umi tersenyum ceria
dan memberikan hadiah ciuman untuk kami, itulah waktu-waktu yang sering aku
rindukan.
Ayah adalah orang yang paling sabar, ia tak pernah marah
ketika aku mengganggu tidurnya, menggelitiki pusernya, dan menciumi wajahnya
yang terlihat lelah. Tak puas dengan semua itu akupun sering kali menaiki
perutnya yang cukup buncit sampai ia kesakitan dan terbangun. Ia tak pernah
marah malah tertawa geli dan balik menciumiku sampai aku teriak-teriak brontak
karena geli terkena jenggotnya.
Ayahku…sedikit sekali waktu istirahatmu, sebenarnya aku tak
ingin mengganggumu tapi rasa sayang dan rindukulah yang menginginkan untuk bisa
bermain dan bercanda denganmu. Dan sepertinya umi juga mempunyai perasaan yang
sama denganku. Ayah maafkan aku.
Saif sayang umi dan ayah, semoga kebersamaan kita akan
terjaga sampai di surga kelak, aamiin.
Oleh : Ummu Saif
Tidak ada komentar:
Posting Komentar