Bismillah….
Masih teringat dalam ingatan saya
ketika satu tahun yang lalu saya menonton sebuah acara yang mewancara seorang
bidan bernama Eros Rosita.Bidan Eros Rosita merupakan bidan PTT (Pegawai Tidak
Tetap ) alias bidan desa yang ditugaskan di pedalaman suku badui di Banten
sana. Ketika itu saya masih bekerja di salah satu Rumah Sakit swasta di kota
Cirebon.
Selama wawancara berlangsung, bidan
Eros menunjukan wilayah kerjanya dan menceritakan suka duka menjadi bidan desa
di warga Badui. Yang masih saya ingat adalah bidan Eros mengatakan jika ada
warganya yang ingin melahirkan ia dijemput oleh keluarga pasien atau pamong
daerah tersebut lalu jalan kaki dari rumah ke rumah warga tanpa kendaraan
ditemani dengan penerangan obor. Dengan kondisi wilayah pedalaman yang jauh
dari kota, tanpa listrik, jalanan terjal naik-turun,jauh dari kesan jalanan
layak, kesan aspal mungkin saja belum ada dalam benak mereka. Jam berapapun
baik siang ataupun malam bidan Eros siap jika ada pasien yang memanggilnya.
Terkadang bidan Eros merangkap
dokter dan tidak dibayar dengan uang
melainkan dengan hasil panen ataupun hewan ternak warga. Pernah bidan Eros di beri
jasa persalinan sebesar 25.000 rupiah. Mendengar angka 25.000 rupiah di jaman
sekarang ini pikiran saya menerawang. 25.000 di zaman sekarang ini untuk
mengganti biaya obat-obatan persalinan mungkin masih sangat kurang, bagaimana
dengan biaya kebutuhan bidan Eros sehari-hari dan keluarga? Bagaimana biaya
untuk sekolah anak-anaknya?
Apakah komentar bidan Eros
menjawab pertanyaan diatas? Beliau hanya tersenyum dan bersyukur sama Alah swt
karena masih bisa membantu. Bidan Eros berharap pasiennya sehat dan suku Badui
mau peduli dengan kesehatannya sedikit-demisedikit. Perlu diketahui, bidan Eros
bercerita di awal-awal kedatangannya dinas di suku Badui, bahwa dirinya sempat
di beri kendaraan dinas dari dinas kesehatan namun warga Badui belum bisa
menerima kendaraan hadir di tempat mereka, mereka belum menerima
sabun,detergent, pasta gigi, belum menerima obat-obatan, masih percaya dukun di
banding dokter atau bidan.
Usaha bidan Eros sebagai bidan
desa tidak sia-sia karena setiap ada usaha Insya Allah akan ada hasil…Sekarang
mereka mulai mandi pakai sabun, ibu hamil mulai mau memeriksakan kehamilannya
dan datang ke posyandu, ibu hamil mau minum obat yang diberi, sedikit-sedikit
warga mulai melahirkan di tenaga kesehatan bukan di dukun atau paraji.
Yaa.. potret kecil ini perlahan
saya rasakan berimbas pada diri saya sendiri. Kita semua tahu bahwa pemerintah
khususnya dinas kesehatan sedang menggembar-gemborkan salah satu program
unggulannya yang bernama JAMPERSAL
(Jaminan Persalinan). Dengan harapan semua ibu hamil mau memeriksakan
kehamilannya di tenaga kesehatan khususnya Bidan dan melahirkan di fasilitas
kesehatan (RSUD, puskesmas, rumah bidan), sehingga harapannya dapat menurunkan
AKI (Angka Kematian Ibu))/AKB (Angka Kematian Bayi) di Indonesia.
Gambarannya, setiap ibu hamil
bisa memeriksakan kehamilannya secara gratis di Puskesmas/ bidan praktek swasta
4x pemeriksaan dan free melahirkan di RSUD, puskesmas, BPS yang sudah MOU
dengan dinas dengan syarat dan ketentuan yang sudah ditetapkan. Sasaran jelas,
untuk ibu hamil yang tidak mampu dengan 3 syarat : menyerahkan fotokopi KK, FC. KTP dan buku periksanya.
Sayapun menjalankan tupoksi di
puskesmas yaitu menerima pasien JAMPERSAL yang akan melahirkan di Puskesmas.
Dengan kondisi bagaimanapun ketika pasien itu datang jam berapapun akan kami
terima dan kami layani. Ternyata sosialisasi jampersal sudah banyak diketahui
masyarakat. Masalahnya,gak semua ibu hamil di daerah saya punya KK dan KTP,
boro-boro dapat buku periksa, ibu hamil
ini pun jarang memeriksakan kehamilannya.
Sayapun sempat merasakan ketika ibu-ibu
itu pulang melahirkan dan hanya mengucapkan terima kasih atas bantuan kami,
atau beberapa lembar uang yang memang nilainya jauh dari kesan layak yang orang-orang
bayangkan. Sempat terintas dalam pikiran saya bahwa saya bekerja untuk memenuhi
kebutuhan hidup saya dan untuk membahagiakan kedua orang tua, saya datang ke
Puskesmas tengah malam, ketika sebagian besar orang tengah terlelap, ketika
dinginnya malam benar-benar menusuk badan, ketika abah saya bangunkan untuk
menemani saya ke Puskesmas di malam hari, ketika jam istirahat kami terpotong,ketika
harap-harap cemas menunggu lahirnya bayi kami rasakan,ketika antara hidup dan
mati menjadi pilihan, Banyak yang dikorbankan, apakah saya tidak berhak untuk
mendapatkan jasa yang lebih layak atas jerih payah yang saya lakukan??
Tidak ada bedanya siang atau malam bagi kami karena
24 jam merupakan konsekuensi kerja yang sudah kami pilih. Saya sempat cerita ke
orang tua tentang apa yang saya rasa
sejak program Jampersal ini berjalan. Bulan Juli 2011 tepatnya Puskesmas tempat
saya kerja menerima pasien jampersal, namun baru awal bulan Januari 2012 kleim
jasa kami di bayarkan. Tidak utuh 100%,
tetapi di potong 15% dengan perincian yang menyayat hati. Umi saya bilang, bidan
itu tugas mulia niatkan semuanya untuk menolong dan mengharap ridhonya Allah
saja. Insya Allah, rizki dari Allah akan datang dari mana-mana. Kalau kita niatnya
untuk ngejar materi ketika kita gak dapat materi yang kita inginkan jatuhnya
malah sakit hati dan gak bersyukur. Saya hanya terdiam mendengar nasihat itu…
Awal Januari 2012 beberapa lembar uang biru itu tergeletak di
atas tempat tidur saya. Miris rasanya melihat dan membayangkan beberapa bulan
yang lalu saya bekerja di tengah malam , merelakan waktu tidur saya dan orang
tua hanya untuk beberapa lembar uang ini,. Ya Allah,apakah ini yang saya kejar?
Apakah ini yang bisa saya banggakan? Apakah ini yang akan menyelamatkan? apakah
ini sumber kebahagiaan? Apakah karena beberapa lembar ini mebuat saya tidak bersyukur
atas semua yang sudah Allah beri untuk saya dan keluarga, berbagai macam
kemudahan, kebahagiaan, kesehatan,rizki yang berkecukupan.
Ya… tidak salah, jika ada yang
mengatakan ini bukan pekerjaan yang “menghasilkan” tapi patut membahagiakan. Ketika
materi tidak dapat mengalahkan pengalaman bagaimana luar biasanya proses persalinan dan kelahiran
bayi, sensasi ketika menolong bayi lahir ke dunia, ketika harus membuat ibu merasa
nyaman dari kotoran yang tidak sengaja ikut keluar, bagaimana memimpin proses
persalinan, ketika memberikan semangat dan do’a,ketika kemudahan dari Allah itu
begitu terasa, ketika hanya Allah-lah yang punya kuasa memudahkan atau memberi
cobaan, menakjubkannya ketika melahirkan ari-ari, saat menjahit, saat
membersihkan tubuh ibu dari darah dan air ketuban, ketika memakaikan ibu baju
dan perlengkapan lainnya, ketika mengajarka ibu cara menyusui bayi, ketika
memotivasi ibu untuk makan dan minum obat. Saya sangat berbahagia dan bersyukur
menjadi saksi ketika ibu-ibu itu melahirkan dengan mudah, ketika suara tangisan
pertama bayi-bayi itu terdengar, ketika bayi itu lahir sehat dan selamat, menjadi
bagian ketika kedua orang tuanya meyambut dengan ungkapan syukur, ketika
bayi-bayi itu mencoba belajar mencari ASI ibunya, ketika ibu-ibu itu hendak pulang ke rumah bersama keluarga barunya
dengan senyuman yang merekah indah. Ya Allah,ini semua terlalu indah buat saya
dan kebahagiaan itu tidak bisa dibeli dan ditukar dengan materi.
Ahhh…..mungkin inilah yang bidan
Eros Rosita rasa. Ketika harapan dibalut kesyukuran, ketika kehidupan, kematian
dan rizki menjadi rahasia mutlak Allah saja. Semua kebahagiaan dan kepuasan
hati itu saya kembalikan kepada pemilik hati ini. Saya tetap berusaha menjemput
rizki yang Allah sebar, dan berusaha mengamalkan ilmu sudah yang Allah
titipkan, biar Allah yang memberikan rizki-Nya dari arah yang tidakakan pernah
saya sangka. Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?
subhanallah....hiks terharu. tetap semangat ukhtiku sayang. semoga allah meridhoi setiap langkahmu.amien
BalasHapusAlhamdulillah, makasih do'anya :)
BalasHapus