Cahaya itu diatas cahaya…

Menerangi jalan menuju cinta-Nya



Minggu, 08 Januari 2012

cerita saya


Bismillah….

Masih teringat dalam ingatan saya ketika satu tahun yang lalu saya menonton sebuah acara yang mewancara seorang bidan bernama Eros Rosita.Bidan Eros Rosita merupakan bidan PTT (Pegawai Tidak Tetap ) alias bidan desa yang ditugaskan di pedalaman suku badui di Banten sana. Ketika itu saya masih bekerja di salah satu Rumah Sakit swasta di kota Cirebon.

Selama wawancara berlangsung, bidan Eros menunjukan wilayah kerjanya dan menceritakan suka duka menjadi bidan desa di warga Badui. Yang masih saya ingat adalah bidan Eros mengatakan jika ada warganya yang ingin melahirkan ia dijemput oleh keluarga pasien atau pamong daerah tersebut lalu jalan kaki dari rumah ke rumah warga tanpa kendaraan ditemani dengan penerangan obor. Dengan kondisi wilayah pedalaman yang jauh dari kota, tanpa listrik, jalanan terjal naik-turun,jauh dari kesan jalanan layak, kesan aspal mungkin saja belum ada dalam benak mereka. Jam berapapun baik siang ataupun malam bidan Eros siap jika ada pasien yang memanggilnya.

Terkadang bidan Eros merangkap dokter dan  tidak dibayar dengan uang melainkan dengan hasil panen ataupun hewan ternak warga. Pernah bidan Eros di beri jasa persalinan sebesar 25.000 rupiah. Mendengar angka 25.000 rupiah di jaman sekarang ini pikiran saya menerawang. 25.000 di zaman sekarang ini untuk mengganti biaya obat-obatan persalinan mungkin masih sangat kurang, bagaimana dengan biaya kebutuhan bidan Eros sehari-hari dan keluarga? Bagaimana biaya untuk sekolah anak-anaknya?

Apakah komentar bidan Eros menjawab pertanyaan diatas? Beliau hanya tersenyum dan bersyukur sama Alah swt karena masih bisa membantu. Bidan Eros berharap pasiennya sehat dan suku Badui mau peduli dengan kesehatannya sedikit-demisedikit. Perlu diketahui, bidan Eros bercerita di awal-awal kedatangannya dinas di suku Badui, bahwa dirinya sempat di beri kendaraan dinas dari dinas kesehatan namun warga Badui belum bisa menerima kendaraan hadir di tempat mereka, mereka belum menerima sabun,detergent, pasta gigi, belum menerima obat-obatan, masih percaya dukun di banding dokter atau bidan.

Usaha bidan Eros sebagai bidan desa tidak sia-sia karena setiap ada usaha Insya Allah akan ada hasil…Sekarang mereka mulai mandi pakai sabun, ibu hamil mulai mau memeriksakan kehamilannya dan datang ke posyandu, ibu hamil mau minum obat yang diberi, sedikit-sedikit warga mulai melahirkan di tenaga kesehatan bukan di dukun atau paraji.

Yaa.. potret kecil ini perlahan saya rasakan berimbas pada diri saya sendiri. Kita semua tahu bahwa pemerintah khususnya dinas kesehatan sedang menggembar-gemborkan salah satu program unggulannya yang bernama JAMPERSAL  (Jaminan Persalinan). Dengan harapan semua ibu hamil mau memeriksakan kehamilannya di tenaga kesehatan khususnya Bidan dan melahirkan di fasilitas kesehatan (RSUD, puskesmas, rumah bidan), sehingga harapannya dapat menurunkan AKI (Angka Kematian Ibu))/AKB (Angka Kematian Bayi)  di Indonesia.



Gambarannya, setiap ibu hamil bisa memeriksakan kehamilannya secara gratis di Puskesmas/ bidan praktek swasta 4x pemeriksaan dan free melahirkan di RSUD, puskesmas, BPS yang sudah MOU dengan dinas dengan syarat dan ketentuan yang sudah ditetapkan. Sasaran jelas, untuk ibu hamil yang tidak mampu dengan 3 syarat : menyerahkan  fotokopi KK, FC. KTP dan buku periksanya.

Sayapun menjalankan tupoksi di puskesmas yaitu menerima pasien JAMPERSAL yang akan melahirkan di Puskesmas. Dengan kondisi bagaimanapun ketika pasien itu datang jam berapapun akan kami terima dan kami layani. Ternyata sosialisasi jampersal sudah banyak diketahui masyarakat. Masalahnya,gak semua ibu hamil di daerah saya punya KK dan KTP, boro-boro dapat buku periksa,  ibu hamil ini pun jarang memeriksakan kehamilannya.

Sayapun sempat merasakan ketika ibu-ibu itu pulang melahirkan dan hanya mengucapkan terima kasih atas bantuan kami, atau beberapa lembar uang yang memang nilainya  jauh dari kesan layak yang orang-orang bayangkan. Sempat terintas dalam pikiran saya bahwa saya bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup saya dan untuk membahagiakan kedua orang tua, saya datang ke Puskesmas tengah malam, ketika sebagian besar orang tengah terlelap, ketika dinginnya malam benar-benar menusuk badan, ketika abah saya bangunkan untuk menemani saya ke Puskesmas di malam hari, ketika jam istirahat kami terpotong,ketika harap-harap cemas menunggu lahirnya bayi kami rasakan,ketika antara hidup dan mati menjadi pilihan, Banyak yang dikorbankan, apakah saya tidak berhak untuk mendapatkan jasa yang lebih layak atas jerih payah yang saya lakukan??

Tidak  ada bedanya siang atau malam bagi kami karena 24 jam merupakan konsekuensi kerja yang sudah kami pilih. Saya sempat cerita ke orang  tua tentang apa yang saya rasa sejak program Jampersal ini berjalan. Bulan Juli 2011 tepatnya Puskesmas tempat saya kerja menerima pasien jampersal, namun baru awal bulan Januari 2012 kleim jasa  kami di bayarkan. Tidak utuh 100%, tetapi di potong 15% dengan perincian yang menyayat hati. Umi saya bilang, bidan itu tugas mulia niatkan semuanya untuk menolong dan mengharap ridhonya Allah saja. Insya Allah, rizki dari Allah akan  datang dari mana-mana. Kalau kita niatnya untuk ngejar materi ketika kita gak dapat materi yang kita inginkan jatuhnya malah sakit hati dan gak bersyukur. Saya hanya terdiam mendengar nasihat itu…

Awal Januari  2012 beberapa lembar uang biru itu tergeletak di atas tempat tidur saya. Miris rasanya melihat dan membayangkan beberapa bulan yang lalu saya bekerja di tengah malam , merelakan waktu tidur saya dan orang tua hanya untuk beberapa lembar uang ini,. Ya Allah,apakah ini yang saya kejar? Apakah ini yang bisa saya banggakan? Apakah ini yang akan menyelamatkan? apakah ini sumber kebahagiaan? Apakah karena beberapa lembar ini mebuat saya tidak bersyukur atas semua yang sudah Allah beri untuk saya dan keluarga, berbagai macam kemudahan, kebahagiaan, kesehatan,rizki yang berkecukupan.

Ya… tidak salah, jika ada yang mengatakan ini bukan pekerjaan yang “menghasilkan” tapi patut membahagiakan. Ketika materi tidak dapat mengalahkan pengalaman bagaimana  luar biasanya proses persalinan dan kelahiran bayi, sensasi ketika menolong bayi lahir ke dunia, ketika harus membuat ibu merasa nyaman dari kotoran yang tidak sengaja ikut keluar, bagaimana memimpin proses persalinan, ketika memberikan semangat dan do’a,ketika kemudahan dari Allah itu begitu terasa, ketika hanya Allah-lah yang punya kuasa memudahkan atau memberi cobaan, menakjubkannya ketika melahirkan ari-ari, saat menjahit, saat membersihkan tubuh ibu dari darah dan air ketuban, ketika memakaikan ibu baju dan perlengkapan lainnya, ketika mengajarka ibu cara menyusui bayi, ketika memotivasi ibu untuk makan dan minum obat. Saya sangat berbahagia dan bersyukur menjadi saksi ketika ibu-ibu itu melahirkan dengan mudah, ketika suara tangisan pertama bayi-bayi itu terdengar, ketika bayi itu lahir sehat dan selamat, menjadi bagian ketika kedua orang tuanya meyambut dengan ungkapan syukur, ketika bayi-bayi itu mencoba belajar mencari ASI ibunya, ketika ibu-ibu itu  hendak pulang ke rumah bersama keluarga barunya dengan senyuman yang merekah indah. Ya Allah,ini semua terlalu indah buat saya dan kebahagiaan itu tidak bisa dibeli dan ditukar dengan materi.

Ahhh…..mungkin inilah yang bidan Eros Rosita rasa. Ketika harapan dibalut kesyukuran, ketika kehidupan, kematian dan rizki menjadi rahasia mutlak Allah saja. Semua kebahagiaan dan kepuasan hati itu saya kembalikan kepada pemilik hati ini. Saya tetap berusaha menjemput rizki yang Allah sebar, dan berusaha mengamalkan ilmu sudah yang Allah titipkan, biar Allah yang memberikan rizki-Nya dari arah yang tidakakan pernah saya sangka. Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?

La haula walakuwwata illa billah…




2 komentar:

  1. subhanallah....hiks terharu. tetap semangat ukhtiku sayang. semoga allah meridhoi setiap langkahmu.amien

    BalasHapus