Cahaya itu diatas cahaya…

Menerangi jalan menuju cinta-Nya



Minggu, 18 November 2012

Resensi: Rembulan Tenggelam di Wajahmu


Judul Buku          : Rembulan Tenggelam Di Wajahmu

Penulis                 : Tere-Liye

Penerbit               : Republika

Tahun Terbit        : 2009

Halaman              : 426 hal

Harga                  : 60.000 diskon jadi 48.000

Huaaaa… kok berasa lebih tua setelah mengenang kembali apa yang udah di tulis kemarin-kemarin (padahal emang iya). Masa iya sih? Berasa tua atau muda sudahlah tak masalah yang penting kedewasaannya (tuh kan bener makin tua).

Alhamdulillah Ya Allah, dua hari yang lalu itu hari yang menyenangkan berada di kumpulan buku-buku tepatnya di Cirebon Islamic Book Fair. Dompet dan amunisinya udah dikumpulin, memang dari rumah udah niat ngabisin budget bulanan buat beli buku baru. Dan hasilnya sodara-sodara salah satunya daku membeli buku ini hasil rekomendasi Ivon Sagita sang pelahap buku-buku Tere-Liye. Dan pada akhirnya komitmen itu dibuat “bulan ini harus tahaaaan dari yang namanya jajan” .

Kenapa akhirnya buku Tere Liye ini yang terpilih? Karena ivon bilang novel ini novel yang keren banget, katanya pemeran utamanya selalu merasa bahwa takdir selalu tidak berpihak padanya dan ternyata Tere Liye itu selalu menilai sesuatu dari sudut pandang yang berbeda. Keren dan bagus pokoknya Uni (panggilan temen2 deketku).

Jadi Begini:

Ray (tokoh utama dalam kisah ini), ternyata memiliki kecamuk pertanyaan sendiri. Lima pertanyaan sebelum akhirnya ia mengerti makna hidup dan kehidupannya.

Lima pertanyaan dan lima jawaban.

Orang dengan wajah menyenangkan itu yang kelak menemani dan menjawab 5 pertanyaan Ray tentang mengapa ia berada dipanti yang menyebalkan itu? Apakah hidup ini adil? Kenapa takdir menyakitkan itu harus terjadi? Mengapa hidupnya terasa hampa dan kosong? Dan mengapa ia harus mengalami sakit yang berkepanjangan?

Ray dan orang dengan wajah menyenangkan itu flash back melihat apa yang terjadi senyatanya. Sebetulnya, tentang apa yang ia anggap menyebalkan, menyakitkan, kekecewaan, ternyata itulah hal-hal yang menjadi jembatan orang-orang di sekitarnya mencapai derajat kemuliaan seperti Diar dan istrinya Ray si ‘Gigi Kelinci”.

Mulai dari  ia tinggal di panti dan sangat membenci penjaga panti. Saat ia melarikan diri dari panti dan berada di rumah singgah menemukan keluarga barunya, Menjadi buruh kerja dan bertahap merayap naik menjadi kepala mandor dan akhirnya menjadi pemilik kongsi bisnis terbesar yang pernah ada, memiliki hari-hari yang bahagia bersama istri namun tragis di penghujungnya dan bagaimana ia melampiaskan sakit hatinya pada takdir dengan menjadi seseorang yang workaholic.

Ray selalu memandang rembulan dalam kesepian dan kesendiriannya. Sejak ia dipanti sampai ia menjadi seorang yang sukses di karirnya. Tak ada yang ditutupi saat Ray memandangnya, Ia tak pernah berdusta ataupun munafik  saat memandang rembulan semua apa adanya. Ia memiliki cara berinteraksi yang luar biasa dengan kuasa langit.

Novel ini menarik. Bagaimana Tere Liye bisa menyampaikan gambaran ketidak adilan hidup yang dialami Ray dengan sudut pandang yang tidak kasat mata. Dengan sesuatu pelajaran hidup yang tidak pernah terduga mengapa itu terjadi. Tidak bisa ditebak, semua tokoh dalam novel ini berpilin membentuk hubungan yang saling berkaitan satu sama lain. Ray, Diar, Penjaga panti, Nathan, Ilham, Si ‘Gigi Kelinci”, Plee, Koh Ceuh. Novel tentang kehidupan yang di bumbui kesederhanaan bahasa dan jalan cerita ini memang menarik. Penjelasan Orang dengan Wajah Menyenangkan bersama Ray itu lho, kesannya bijak bangeeeeeet.

Hebatnya, Tere Liye menyadarkan bahwa …. “Begitulah kehidupan. Ada yang kita tahu. Ada pula yang kita tidak tahu. Yakinlah dengan ketidak tahuan itu bukan berarti Tuhan berbuat jahat kepada kita. Mungkin saja Tuhan sengaja melindungi kita dari tahu itu sendiri” (hal 423).

Notes saya mengenai novel ini: novel ini recommended untuk di baca para pencari jawaban kehidupan, untuk  bagi yang pernah merasa kecewa, kehilangan dan merasa sial dalam hidupnya. Yang sering berkata”Oh Tuhan mengapa ini harus terjadi padaku? Apakah hidup ini adil untuku?” Monggo di temukan jawabannya.

Mau baca kontemplasi saya tentang novel ini klik aja ini. :) 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar