Cahaya itu diatas cahaya…

Menerangi jalan menuju cinta-Nya



Sabtu, 23 Maret 2013

Tere Liye, Notes



Tidak ada nasehat Nabi secara langsung bagi perempuan bagaimana memilih suami yang baik, bukan? Yang ada untuk cowok.

Bukan karena diskriminatif. Selain nasehat itu kadang berlaku umum--meski yang disebut cowoknya, mungkin juga salah-satu alasannya adalah karena perempuan tidak memilih, melainkan perempuanlah yang memutuskan: diterima atau ditolak.

Nah, urusan terima atau tolak, itu sama seperti metode umum. Terimalah yang baik, tolak yang buruk. Gunakan prinsip paling mendasar, paling hakiki, paling sejati, dan paling abadi, agar tidak menyesal. Boleh pakai kriteria semua-muanya, boleh mau semua-muanya, tapi fokuslah yang pentingnya apa.
--Tere Liye

 -----------------------------------

Beruntunglah wanita2 yang tetap cantik hingga masa tuanya, meskipun kulitnya keriput, wajahnya berkerut, rambut menguban, dan tanda-tanda tua lainnya telah datang, tapi mereka tetap cantik.

Beruntunglah mereka, aduhai, bahkan semakin cantik saja, menyenangkan berada di dekatnya, menyenangkan menatap wajahnya, mendengarkan suaranya, nasehatnya.

Karena kecantikannya itu telah pindah, pindah ke dalam hatinya.

Pun sama untuk laki-laki, semakin tua, semakin tampan saja. Begitu menenteramkan, begitu melegakan menatapnya. Karena ketampanan itu mekar tak terbilang: di dalam hatinya.

--Tere Lije
-------------------------------------

(I)
Kalau kalian serius mencari jodoh, mungkin cowok yang rata2, konservatif, tidak neko2 bisa jadi pilihan baik.
Tidak masalah anak rumahan, anak mama-papa, yang penting kelak perhatian dan sayang keluarga kelak.
Tidak apalah nggak keren, nggak gaul, bukan bintang olahraga, bukan anak band, yg penting lurus dan bertanggung-jawab
Tidak apa nggak kayak James Bond, malah lebih terlihat culun dan malu2, yang penting jujur dan sabar.

(II)
Juga sama buat cowok, mungkin calon istri yang rata2, konservatif, tidak neko2 bisa jadi pilihan paling tepat.
Tidak apa anak rumahan, nggak pernah keluar malam-malam, nggak gaul, yang penting bisa menjaga kehormatan.
Tidak masalah bukan cewek paling cantik, paling populer, tapi tinggi ilmu dan pemahamannya.
Tidak perlu kayak anggota girlband Korea yg imut2, lincah2, malah lebih terlihat gadis pingit, yang penting kelak bisa mengurus keluarga.

Mungkin bisa dipikirkan.
----------------------------------------

Untuk jadi apoteker, akuntan, psikolog, dokter dan gelar profesi lain, kita tambah lagi 2 tahun sekolah profesi, pengabdian, dsbgnya.

Tetapi untuk menjadi ibu rumah tangga? Dikumpulkan seluruh pendidikan tersebut, ditambah lagi bertahun2, bertahun2, bertahun2 kemudian, tetap tidak akan cukup untuk bisa memastikan seseorang berhak menyandang: ibu rumah tangga terbaik. Karena panjang dan pentingnya proses pendidikan ibu rumah tangga.

Nah, kalau semua orang ingin sekolah tinggi2 demi gelar, profesi, pekerjaan, dsbgnya, maka ajaib sekali, kenapa orang2 begitu menyepelekan pendidikan super tinggi untuk menjadi ibu rumah tangga? Padahal memiliki anak yang berakhlak baik, keluarga yang bahagia, jauh lebih penting dibandingkan kesuksesan karier dan sebagainya.

Berikan pendidikan kepada anak2 perempuan kita setinggi mungkin, agar kelak saat menjadi Ibu, sungguh berguna semua ilmunya. Satu Ibu yang baik, akan melahirkan satu keluarga yang baik. Satu generasi Ibu yang baik, maka akan datanglah penerus yang dijanjikan.
 -----------------------------------------

*Anak laki-laki, anak perempuan

Dari Abu Hurairah r.a, Rasulullah SAW bersabda: wanita dinikahi karena empat hal, yaitu karena hartanya, keturunannya, kecantikannya, dan agamanya. Dan dahulukanlah agamanya, jika tidak maka kamu akan menyesal. (HR. Bukhari)

Membaca hadis ini bukan: ada 4 kriteria mencari jodoh, lantas utamakanlah kriteria ke-4, agama. Bukan begitu. Hadis ini tidak sedang menyusun kriteria mencari jodoh. Membaca hadis ini adalah: umumnya orang2 menikahi seorang wanita karena empat hal: harta, keturunan dan kecantikan, dan agamanya. Boleh menggunakan 3 sebab pertama? Boleh, tapi bersiaplah besok lusa menyesal. Besok lusa ini tidak sebatas besok lusa hitungan tahun, tapi kelak hingga akhir yang sebenarnya akhir. Orang2 yang menggunakan sebab terakhir, insya Allah tidak akan menyesal. Mau percaya atau tidak atas wasiat ini, dikembalikan ke masing-masing.

Tetapi, Tere Liye itu bukan ahli tafsir, dan tulisan pendek ini tidak dibuat untuk membahas soal hadis ini secara detail. Saya justeru ingin membahas hal lain, yaitu: urusan "remeh-remeh" saja.

Coba lihatlah, saya hampir tidak menemukan syarat jodoh yang baik itu, bahwa wanita harus:
1. Bisa masak
2. Bisa mencuci
3. Bisa ngepel
4. atau bisa menjahit pakaian

Menarik sekali, bukan?

Lantas kenapa selama ini, seolah-olah pekerjaan domestik adalah tanggungjawab wanita? Saya tidak tahu muasalnya. Tapi jelas, dalam agama kita, banyak teladan yang menunjukkan bahwa laki-laki juga terlibat dalam pekerjaan domestik/rumah tangga--termasuk teladan dari Rasul Allah.

Kenapa wanita harus dinikahi karena alasan agama? Karena pentingnya posisi Ibu sebagai orang pertama yang menanamkan kepribadian pada anak-anak. Karena pentingnya posisi Ibu sebagai orang yang "mengurus seluruh rumah tangga". Bicara soal mengurus rumah tangga, maka itu bukan semata2 pekerjaan domestik seperti mencuci, masak, kecil sekali kalau hanya itu, tapi lebih dari itu, seperti menjaga kehormatan keluarga. Saya tidak main-main soal 'kehormatan keluarga' ini. Seorang istri yang baik, bahkan bisa menjaga suaminya dari prilaku korupsi waktu, korupsi perjalanan dinas, dsbgnya. Bukan justeru istrinya yang membujuk suami agar nebeng fasilitas kantor dalam banyak hal.

Nah, seseorang dibilang punya agama yang baik, mutlak alias harus alias kudu: punya ilmu yang tinggi. Ini lebih menarik lagi. Agama yang baik bukan karena hanya dia siang malam shalat, tidak putus berpuasa, dsbgnya, tapi juga ilmunya yang tinggi. Lagi-lagi saya tidak menemukan relevansi bisa masak, mencuci, ngepel, atau bisa menjahit pakaian di sini. Dan ingat, ilmu agama tinggi itu mencakup banyak aspek.

Maka, agar tulisan ini tidak kemana-mana, akan sy singkat saja, sbb:
1. Jika kalian laki-laki, tanggungjawab pekerjaan domestik/rumah tangga juga melekat pada kita. Kita tidak bisa masak, no problem, tapi mencuci piring bisa kan? Anak2 atau remaja laki-laki harus dididik menguasai pekerjaan rumah tangga, termasuk menyikat kamar mandi, mencuci, menyetrika. Percayalah ibu, bapak, jika anak2 cowok kita sejak kecil sudha jago dalam urusan ini, besok lusa akan berjodoh dengan gadis yang cantik. Itu keliru sekali pemahaman yg bilang, pekerjaan rumah tangga adalah pekerjaan cewek.

2. Jika kalian wanita, maka memiliki ilmu tinggi (baik agama maupun bukan) adalah tuntutan. Ibu rumah tangga dengan pendidikan tinggi, menjadi modal yang baik untuk menanamkan ahklak yg cemerlang bagi anak-anaknya. Well yeah, kenapa orang sibuk menuntut ilmu tinggi2 hanya demi memperoleh pekerjaan dan gaji tinggi? Kenapa orang2 tidak menuntut ilmu agar bisa mendidik anak2nya menjadi keren? Itu jelas argumen yang lebih hakiki dan masuk akal. Dan keliru sekali pemahaman yang bilang, sia-sia saja sekolah tinggi2 kalau hanya jadi ibu rumah tangga.

Mungkin menarik untuk dipikirkan.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar