Cahaya itu diatas cahaya…

Menerangi jalan menuju cinta-Nya



Sabtu, 27 Oktober 2012

Baby Ghina


Pernah seorang sahabat saya bercerita bahwa semakin tinggi ilmu yang kita miliki semakin nyata bahwa kita memang tidak bisa mengetahui banyak hal, semakin tinggi ilmu yang kita punya tidak menjamin kita paham tentang spesialisasi ilmu yang lainnya.

Seorang konsultan dokter spesialis kandungan tidak bisa memahami spesialisasi ilmu kedokteran anak, seorang yang bertitel professor di bidang ekonomi bisa saja nihil pengetahuan dalam bidang hukum. Karena pada hakekatnya semakin tinggi kita menunjukan sebetulnya kita terbatas.

Do’a yang tulus saya lantunkan untuk bayi Ghina yang sedang berjuang untuk tetap bertahan atas dera sakitnya tusukan jarum infuse yang berusaha bertahan menusuk bagian venanya yang rapuh. Harumnya tubuh bayi Gina masih melekat di baju ini, karena beberapa jam yang lalu saya sempat menggendongnya, mengusap keningnya, mengusap-ngusap telapak kakinya yang mungil, sesekali menepuk-nepuk punggungnya dengan lembut. Bayi Ghina tetap lunglai tak bertenaga, sesekali menangis.

Sungguh, keinginan untuk menolong bayi Ghina memuncak di hati saya, dengan ilmu yang saya punya saya ingin bayi ini sembuh tanpa harus dirawat lagi dan lagi. Dengan usia yang masih 13 hari Ghina menahan sakit dan perih, 3 kali masuk rumah sakit dan diinfuse itu sesuatu yang menyayat hati bagi bundanya, ayahnya dan siapapun yang melihat. Tapi kondisi baik bisa berubah menjadi buruk, dan tak ada orang tua yang berharap kondisi anaknya menjadi lebih buruk akibat kelalaiannnya mengambil keputusan. Dan keputusan itu membuat bayi Ghina kembali memasuki ruangan bercat putih yang berbau Lysol itu.

Sekuat tenaga saya mencoba agar demamnya hilang, nihil hasilnya, beralih saya mengantar Ghina bersama orang tuanya ke dokter, dokterpun angkat tangan karena Ghina harus ditangani oleh yang lebih ahli alias dokter spesialis anak. Pada akhirnya Ghina harus menempuh perjalanan yang sangat jauh menemui sang dokter spesialis hanya untuk menangani demamnya dan kondisi lemasnya.

Saya ini siapa? Sekuat baja saya berusaha agar Ghina tak perlu dirawat kandas nyatanya Ghina memerlukan seseorang yang memang lebih ahli dalam sakitnya ini. Ada perasaan sedih melihat si kecil Ghina yang diberi cobaan seperti itu, terlebih buat kedua orang tuanya. Saya hanya bisa menguatkan bunda dan ayahnya  Ghina, menguatkannya agar tetap  bersabar dengan cobaan ini.

Subhanallah, ini adalah ladang pengorbanan, kesabaran, keikhlasan yang berhektar-hektar tak berbatas bagi kedua orang tua Ghina. Bagaimana tetap berbaik sangka terhadap takdir, bagaimana menyikapi masalah dengan hati yang tenang, bagaimana menyerahkan semua yang terjadi kepada pemilik masalah itu. kita ini siapa? Tanpa ada yang kuasa atas diri kita. Atas apa yang tengah terjadi pada Ghina dan kondisi yang menimpa keluarganya dan bagaimana jika kita yang berada di posisi keluarga tersebut. Tentunya apa-apa yang sedang terjadi pada Ghina pastinya sudah Allah swt takdirkan tertulis di cerita hidupnya Ghina dan kedua orang tuanya. Setiap detail dengan begitu sempurna. Adakah keteraturan ini muncul dengan begitu tiba-tiba?

Memaksimalkan ikhtiar tentunya akan dilakukan semampu kepala menyentuh langit. Dan kita ini apa jikalau tanpa Yang Maha Berkuasa atas tiap diri-diri kita? Ghina, “menyentil” saya bahwa ilmu yang saya miliki berbatas,  bahwa memaksimalkan ikhtiar menjadi salah satu jalur untuk hidup, bahwa nyata saya butuh sesuatu yang Maha Berkuasa untuk merubah segala kondisi, buruk menjadi baik, sempit menjadi lapang, panas menjadi dingin, sakit menjadi sembuh, tangis menjadi tawa, duka menjadi bahagia.

Insya Allah, semoga Allah SWT mengangkat sakitnya Ghina, Amin…


Tidak ada komentar:

Posting Komentar