Kitab (Al-Qur’an) ini
tak ada keraguan padanya, petunjuk bagi mereka yang bertakwa (QS. Al-Baqarah: 2)
Ini salah satu ayat yang membuat saya bangga menjadi seorang
Muslim dan memiliki kitab suci Al-Qur’an. Tak ada keraguan pada isinya dan
menjadi petunjuk untuk kebahagiaan dunia hingga akhirat.
Sedikit berbagi tentang sebuah film documenter yang beberapa
minggu lalu saya tonton dan beberapa hari lalu saya ulang. Koran By Heart, sebuah film documenter produksi HBO Documentar film
yang disutradarai oleh Greg Barker. Menceritakan tentang tiga orang anak muslim
yang berangkat ke Mesir untuk mengikuti kompetisi menghapal Al-Qur’an.
Perkenalkan mereka berasal dari belahan bumi yang berbeda. Nabiollah Saidov
yang berasal dari Tajikistan (Asia Tengah), Rifdha Rasheed dari Maldives (Indian
Ocean) dan Djamil Djieng datang dari Senegal (Afrika Barat). Sebanyak 110
penghapal Al-Qur’an datang dari 70 negara datang ke Kairo, Mesir untuk
mengikuti kompetisi tingkat dunia ini. Sebaian besar peserta berumur 20
tahunan, paling kecil berusia 7-10 tahun.
Hmm… 7 tahun sudah menghapal satu kitab Al-Qur’an, 114 surat.
Setara dengan anak kelas 2 SD jika di sebayakan dengan anak-anak Indonesia. Sedikit
bocoran cerita ternyata Rifdha ini anak yang unggul di kelasnya, ia menyukai
matematika dan science, Djamil yang merupakan anak seorang Imam di Senegal dan
Nabiollah yang berasal dari rakyat biasa yang mempunyai suara yang sangat
merdu. Uniknya suara mereka sangat merdu ketika membaca Al-Qur’an padahal
keseharian mereka tidak berbahasa arab.
Djamil Djieng dan ayahnya |
Awal film ini memperkenalkan bagaimana latar belakang
kehidupan keluarga, siapa mereka, dan bagaimana mereka bisa tertarik dengan
Al-Qur’an. Saya sangat tertarik dengan pernyataan Djamil dari Senegal yang
berkata, “ My parents told me to learn tke Koran before anything else. Every
Muslim should learn the Koran.” Waw luar biasa, didikan orang tua yang jelas terlihat
bagaimana cintanya mereka dengan Al-Qur’an sampai kata-kata itu melekat pada
Djamil. Lain Djamil lain pula Nabiollah,” At first I didn’t think I could do
it, but after working really hard with my teacher and practicing over and over
now I’ve memorized the entire Koran.”
Film documenter ini sangat menarik. Selain menceritakan
perjalanan mereka mengikuti kompetisi menghapal Al-Qur’an, film ini banyak menggambarkan
hubungan orang tua dengan anaknya. Bagaimana mendidik mereka, bagaimana
kepercayaan orang tua terhadap guru, harapan orang tua terhadap anak, yaaa…
saya bisa menilai bahwa mereka anak-anak yang beruntung memiliki orang tua yang
konsen terhadap Al-Qur’an.
Rifdha Rasheed dan Shimla Rasheed (ibunda Rifdha) |
Kepercayaan terhadap guru, tergambar dari ayah Nabiollah yang
ketika itu mengetahui bahwa anaknya terpilih mewakili negaranya untuk mengikuti
kompetisi ini. Ayah Nabiollah berkata,” You’re in charge of my son, send him
wherever you want.” Saya teringat cerita salah satu imam mahzab, ketika itu
ibunya berencana mengirim anaknya ke salah satu guru untuk belajar Islam, ia
menyerahkan anaknya kepada guru itu dan mengaharapkan agar anaknya manjadi anak
yang berilmu. Subhanallah, saya banyak berharap guru-guru khususnya di Negara ini
tak hanya memberikan wacana akan tetapi ada ilmu dan hikmah yang disampaikan
agar kata tak menjadi hambar agar hati menjadi hidup.
Nabiollah Saidov |
Film dokumenter ini layak untuk ditonton siapapun. Secara
film dokumenter ini juga masih fresh keluaran tahun 2011. Teguran bagi saya
agar bersemangat untuk up grade hapalan Qur’an, mempersiapkan diri dan belajar bagaimana
mendidik anak cinta dengan Qur’an. Saya membayangkan bagaimana kelak anak-anak
ini akan memakaikan kedua orang tuanya mahkota pada hari kiamat yang sinarnya
lebih cemerlang dari cahaya matahari di dunia.
“There’s a verse in the Koran that says if you memorized the
Qor’an and teach it to others you will be succesfull in this life and the next
life. So, I really hope I can keep learning the Koran, God Willing.” (Nabiollah
Saidov).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar